Selasa, 09 Februari 2016

Hijrah Al-Kahf


Hijrah? Aku tahu. Tak hanya satu atau dua halang rintang yang menghadang. Selalu saja ada yang datang untuk menggoyahkan imanku. Menggoyahkan keistiqamahan yang sedang aku bangun secara perlahan. Tapi aku sangatlah yakin. Allah selalu memberikan jalan bagi setiap hamba – hambanya yang berkeinginan kuat untuk memperbaiki diri. Hijrah itu berproses. Dari kepompong yang bermetaforosis kelak menjadi seekor kupu – kupu yang indah jika dipandang. Begitu pula perjalanan kita dalam proses hijrah menuju keridhaan-Nya.
            Namaku Shafee Al-Kahf. Ya, aku adalah salah satu hamba Allah yang sedang berjuang mati – matian demi mendapatkan cinta Rabbku. Perihal susah atau gampang untuk tetap istiqamah dalam hijrah dijalan-Nya, ternyata tak ada artinya jika kita memiliki orang – orang yang mendukung dan terus mengingatkan kita jikalau kita khilaf. Alhamdulillah, aku memiliki sahabat – sahabat surga yang selalu menarik aku dalam dunia kebaikan. Yang jika berbincang dengan mereka aku selalu mengingat Allah. Tapi ternyata sahabat saja tak cukup. Aku memiliki penghalang rintang yang besar dalam hijrahku kali ini. Mama, yang dengan berbakti padanya aku bisa mendapatkan surga yang hakiki. Tapi mengapa jadi jeruji terbesar untuk aku melakukan perubahan – perubahan dalam hidupku?
            Allah, ada yang salahkah jika aku mengenakan penutup kepala ketika kakiku menginjakan teras rumah? Jujur saja aku malu akan auratku jika dipandang oleh yang bukan mahramku. Dan bukannya itu juga perintah-Mu untuk mengenakan jilbab bagi setiap muslimah yang beriman? Tapi mengapa mama melarangku untuk melakukan hal ini?
“De, ini kan cuma di teras rumah, gausahlah kamu sampai berlebihan seperti itu untuk mengenakan jilbab. Nanti takut disangka kamu masuk aliran tertentu. Apa yang dikata tetangga nanti?” . Astagfirullah aku merasakan sakit yang mendalam. Ada pilu yang menjerit ketika gendang telingaku merekam setiap denting kata yang mama lemparkan kepadaku sore itu. Allah bagiamana bisa hati ini tetap teguh diatas agama-Mu jika sumber terkasih yang selalu aku sayang pun melarang aku dalam keistiqamahan dijalan-Mu? Allah izinkan aku mengadu dipelukan-Mu. Aliran apa yang mama maksud? Tolong beritahu aku Allah aliran Islam mana lagi selain Islam yang Engkau turunkan untuk umat-umat terkasih-Mu di muka bumi ini? Karena yang kutahu Islam hanya satu, dan tidak ada Islam-Islam yang lain. Tolong beritahu aku letak kesalahanku dimana? Jika kau ingin tau mama, segala perubahan yang aku lakukan ini pun semata untuk kebahagiaan mama. Bukankah angan – angan jika memiliki anak yang soleh – solehah itu bisa membanggakan? Tak hanya bisa membanggakan di mata manusia, tapi kelak dimata Allah.
            Ketika teman – temanku yang lain sedang berlomba mempercantik diri agar bisa terlihat indah dimata semua lelaki, apalah dayaku yang hanya terbalut sederhana dalam kain jilbabku? Karena aku tak ingin dipandang indah oleh semua lelaki. Biarkan aku seperti melati yang indahnya hanya dipandang oleh permata yang bernama suami. Allah mengapa saat aku berjuang untuk memenjarakan hati hanya untuk-Mu, ada saja duri – duri yang coba menyakitiku? Aku putuskan cinta ini aku tujukan hanya untuk mencintai sumber terkasih terbesar didunia ini, yaitu mencintai-Mu. Karena aku sangat tahu jika cinta ini aku labuhkan kepada salah seorang hamba-Mu, cinta ini akan ternodai. Cinta suci ini akan kotor. Tak hanya itu, berharap pada selain-Mu itu akan menimbulkan sakit yang mendalam. Maka dari itu aku selalu gantungkan harapan ini hanya pada-Mu. Maka dari itu pula aku menjauhkan diri dari maksiat yang bernama pacaran. Allah tapi mengapa aku dianggap aneh dimata mama ketika aku tak bergandengan dengan seorang lelaki seperti teman-temanku yang lain?
“ Kenapa sampai sekarang mama gapernah liat kamu punya pacar seperti teman – teman kamu yang lain de? Apa kamu ga normal tidak menyukai laki – laki?” lagi – lagi aku mendapat tamparan hebat dari lidah Mama. Allah bukankah cinta itu kodrat dari-Mu? Aku pun sama seperti teman – temanku yang lain. Cinta ini, si merah muda ini selalu datang mengusik imanku. Rasa ini pun pernah kulabuhkan pada salah satu hamba-Mu. Tapi pada akhirnya aku mengalami sakit yang mendalam. Maka dari itu rasa itu selalu kutikam dengan jelas setiap kali ia datang menggoyahkan imanku. Bagaiamana mungkin aku melakukan maksiat yang begitu keji itu? Perbuatan yang jelas – jelas diharamkan oleh Rabb-Ku? Jika daging babi saja aku enggan memakannya karena telah jelas haramnya. Bagaimana bisa aku menghalalkan pacaran yang juga sudah jelas itu adalah jalan menuju zina dan akan dilipat gandakan adzab untuk yang melakukannya. Ada yang salah jika sekarang aku sibukkan untuk memperbaiki diri untuk menjemput jodohku kelak?  Bukankah jodoh kita sudah tertulis di Lauhul Mahfudz? Mau diambil dari jalan halal ataukah haram, bukankah akan dapatnya yang itu juga? Bukan tentang apa, berapa, atau siapa. Tapi bagaimana Allah memberikannya. Mau diulurkan lembut mesra ataukah dilempar dengan penuh murka.
Ma, rasanya aku ingin bisikan pada gendang telingamu ma. Aku memang tidak bisa membuat mama bahagia di dunia, tapi izinkan aku membuat mama bahagia disurga kelak. Izinkan aku menjadi seseorang yang bisa mama banggakan kelak di akhirat nanti. Jadi hijab mama dari api neraka adalah impian terbesarku. Aku hanya ingin kita bahagia bersama di surga yang hakiki. Aku tak perduli dengan apa yang dikata mama padaku sekarang. Bukan maksud aku menjadi anak yang tidak penurut dan pembangkang ma, bukan! Tidak ada niatan hati ini sedikitpun untuk melukai hatimu karena aku tak mengikuti perintahmu. Hati ini ikhlas menerima semua apa yang dikata mama. Aku masuk aliran agama tertentu? Aku ikhlas ma, jikalau mama menyangka aku seperti itu. Aku tumbuh menjadi anak yang tak normal karena tak menyukai lawan jenis seperti teman – temanku yang lain? Aku pun ikhlas ma. InshaAllah aku ikhlas. Tapi satu yang perlu mama tau. Aku akan jadi tali penolong mama yang akan kutarik dari pedihnya api neraka. Izinkan aku melindungimu dari siksa api neraka kelak ma, InshaAllah.








Selasa, 02 Februari 2016

Rindu yang Tak Bertahta


Ada semburat kasih yang terpancar
Dalam lautan melodi yang tergambar
Hadirnya begitu sempurnakan hidupku
Melengkapi alunan hidup yang syahdu
            Kesetiannya melantun dalam setiap do’a dan harapan
            Yang mengalir begitu deras dalam setiap kehampaan
            Dialah penerang dikala hati ini tertimpa kerisauan
            Penuh gundah dan kepiluan
Ada kelu yang tak sempat terlisankan
Ada rindu yang tak sempat terungkapkan
Dalam semilir angin kehangatan
Bersama kasih yang bercengkraman
            Aku tahu !
            Sekarang bukanlah dulu !
            Tapi izinkanlah aku untuk menderu !
            Dalam bait - bait rindu !
Allah Wahai Rabbku
Kutitip Ibu dalam dekapanMu
Dalam hangatnya pangkuanMu
Karna aku tahu
Dialah calon penghuni syurgaMu

-Telah terbit dalam buku "My Family Is My Life" dari Mawar Publisher-

Minggu, 31 Januari 2016

5 Semburat Cinta


Apa kabar wahai iman? Apa kabar wahai hati? Apa kabar wahai cinta? Semoga kau tetap bisa istiqomah diatas agamaNya. Wahai hati, semoga kau tetap bisa mencintai satu – satunya sumber kasih terbesar yang terpancar dalam setiap ruas – ruas dedaunan, dan tetesan embun dalam semilir angin kedamaian, yaitu Allah Azza Wajjala. Memang benar apa yang dikata orang, menjaga hati itu bukanlah perkara yang mudah. Sulit, sangatlah sulit. Tapi aku sangatlah yakin, jika memang niat itu aku pegang teguh, Allah pun akan membantunya dalam kesitiqomahan menjalankan setiap perintah-Nya.
            Rintik hujan pagi itu mengguyur ranah ibu kota, ditemani bunga – bunga yang bermekaran menyambut para mahasiswa baru untuk memulai kehidupan baru dengan segala macam yang baru, tentunya dengan sepotong hati yang baru. Dengan langkah yang tertatih – tatih, ku susuri jalanan dengan detail, tak jauh dari apartemen tempat penginapanku, kampus kebanggaan pun sudah ada 2 jengkal didepan kelopak mata. Kampus yang telah lama aku idam – idamkan, yang selalu menjadi bunga tidur menemani malam yang sunyi pada waktu itu. Kampus yang selalu aku selipkan dalam setiap do’a dalam sujud panjangku pada Rabbku. Tak masalah rasanya aku jauh dari kedua orangtua ku, yang terpenting aku bisa mengenyam ilmu disini agar kelak bisa sukses dan membanggakan mereka. Tak lama akhirnya kampus yang selalu aku impikan benar – benar ada didepan mataku, sungguh rasanya berdebar jantungku, ini semacam mimpi? Ataukah...? Allah memang benar janji-Mu. Aku sungguh rasakan keajaiban tahajudku disetiap malam, aku rasakan keajaiban lantunan do’a dalam semilir angin bersama dekapan kasih sayang-Mu. Benar apa yang Kau katakan bahwasannya siapa yang meminta padaKu niscaya akan Aku kabulkan. Allah harus berapa kali aku sujud syukur pada-Mu? Aku rekam benar detik – detik saat pertama kalinya kakiku menginjakan pada tanah kuasa-Mu, saat mataku untuk pertama kalinya melihat kemegahan gedung yang menjulang tinggi,mataku tak boleh absen sedikitpun untuk menyisir pada setiap sudut – sudut ruang.
“Assalamualaikum Khansa.” Ya namaku Siti Rabiatul Khansa. Aku lebih hangat disapa Khansa. Yang menepuk pundaku barusan adalah teman satu jurusanku, kami memang baru saling mengenal semenjak kemarin saat ada agenda “meet up” jurusan,panggil saja ia Ira.Anaknya kecil mungil, perawakannya seperti anak yang baru duduk di bangku Sekolah Dasar. Tapi jangan salah, ia sungguh hebat bagiku, jujur saja dia yang selalu membuat aku iri karena ketaatan dia pada Rabb-Nya. Aku sangat bersyukur bisa mengenalnya.
Tepat hampir seminggu lamanya, kegiatan ospek aku jalani. Tak terasa, aku telah resmi menjadi seorang mahasiswi. Aku sekarang sudah bukan remaja SMA lagi, aku sekarang bukanlah yang dulu, aku harus ubah sifat – sifat ku, cara berfikirku, dan bagaimana aku bertindak dalam menghadapi segala masalah. Ira, mungkin dialah malaikat kecil tak bersayap yang Allah berikan untuku, seperti semacam perantara bagiku untuk menemani hijrah dijalanNya. Aku coba ulurkan hijabku, cara berpakaianku, dan pemahaman agamaku pun sekarang semakin berkembang, semuanya memang telah berubah. Allah kado macam apalagi yang kau beri untukku kali ini? Harus berapa kali lagi tutur kata ini mengucap syukur padaMu? Aku sungguh sangat merasa bahagia, konon katanya memiliki sahabat shalih/ shalihah akan membantu kita juga berikan syafaat di akhirat kelak.
Demi memperkuat imanku lagi, aku coba ikuti berbagai kegiatan keagamaan bersama sahabat surgaku ini. Organisasi keislaman yang lebih hangat disapa rohis pun kami ikuti. Hari ini matahari seperti sedang menampakan senyum indahnya, terang benderang menyinari setiap bait – bait kehidupan. Pagi itu aku sedang disibukkan dengan program pelantikan rohis. Kami dibawa oleh kakak – kakak pembimbing pada suatu desa kecil yang sangat jauh dari peradaban. Selama 3 hari itu kami disuapi ilmu – ilmu agama terus menerus tiada henti. Ada yang aneh kali ini dalam sudut mataku, sungguh aku melihat ada sekelebat sosok mahluk yang indah jika dipandang, sungguh seperti menyejukan hamparan gurun yang gersang. Dari sekerumunan para ikhwan disana, hanya dia yang benar – benar berbeda diantara yang lain. Atau mugkin pancaran keshalihannya yang membuat ia jadi berbeda? Allah, godaan macam apalagi yang Kau timpakan kepadaku? Apakah si merah jambu ini akan mencoba datang lagi untuk menggoyahkan imanku? Hari demi hari,entah mengapa fikiranku terus merekam dengan jelas wajahnya. Allah siapakah hamba-Mu yang tadi hampir mencuri imanku? Penasaranku semakin menjadi – jadi. Tak lama setelah kejadian itu, tiba – tiba aku mendapat kabar tentangnya,entah itu kabar datangnya dari langit ataukah dari aliran sungai, sungguh aku tak perduli. Kabarnya berkata bahwa dia ternyata teman seperjuanganku, sedang mengenyam ilmu pada jurusan yang sama, dan kabar yang paling aku simpan dengan jelas dalam memori otakku adalah kata “Ikhsan”. Nama yang sungguh indah yang kucoba simpan dengan baik di gendang telingaku.
Seiring waktu bergulir, kami para mahasiswa baru diberi tugas oleh kakak senior UKM(Unit Kegiatan Mahasiswa) Rohis untuk mengadakan sebuah agenda yang tujuannya adalah agar kita bisa lebih mengenal satu dengan yang lainnya dalam UKM rohis ini. Aku bersama teman – teman pun memutuskan untuk mengadakan Rihlah(jalan – jalan)  bersama, dengan tujuan tempatnya kami putuskan di sebuah tempat wisata Candi yang tak begitu jauh dari kampus. Hampir sepekan lamanya kami disibukkan untuk mempersiapkan segala macam keperluan dari mulai A sampai Z ,benar – benar kami siapkan betul, berharap kegiatan ini bisa berjalan dengan lancar. “Ada yang bisa meluangkan waktu sore ini nggak? Terutama akhwat, kita akan survei mengenai lalu lintas jalan menuju candi, denger – denger katanya jalannya tidak cukup bersahabat,apalagi jika dilalui oleh para akhwat menggunakan kendaraan bermotor, itu cukup rawan.” Ketua kegiatan agenda kali ini memang sangat detail, sampai kepada hal terkecil pun ia fikirkan dengan matang. Denting waktu terus berputar, namun tidak ada seorang pun yang memberi tanggapan. Akhirnya aku coba untuk mengajukan diri bersama temanku, Sabila.
Kami berucap janji untuk bertemu nanti sore di kampus untuk berangkat bersama melakukan survei. Seperti suatu pertanda entah semacam firasat, sore itu semilir angin begitu menyejukkan, ditemani kicauan burung pada pepohonan yang meramaikan sepi ilusi yang merona. Tak salah lagi, mataku melihat menampakan yang sama seperti seminggu yang lalu, sosok mahluk yang menyejukkan itu melintas lagi melewati lorong – lorong hati. Siapa lagi kalau bukan Ikhsan. Ikhsan lah yang akan menemani untuk memimpin perjalanan kami ke candi pada waktu itu. Tak bisa aku pungkiri, rasanya seperti mendapatkan seonggok berlian. Bahagia? Mungkin terlampau bahagia. Tak lama hanya menempuh perjalanan 1 jam, akhirnya kami tiba ditempat. Subhanallah jalanan kesana memang sungguh sangat mengkhawatirkan. Apa tidak ada niatan sedikitpun pemerintahan untuk membenarkan jalanan menuju candi? Padahal ini merupakan salah satu investasi daerah yang perlu dilestarikan. Entahlah apa alasan kuatnya, aku kurang faham benar. Moment – moment pada sore itu mungkin tak akan mungkin aku lupakan sampai kapanpun. Hingga tak terasa hingga larut malam kami bercengkrama sembari menikmati makan malam. Sungguh tutur katanya selalu diselingi dengan ayat – ayat Allah, hadist pun tak lupa selalu ia selipkan dalam setiap ucapannya. MashaaAllah kekagumanku semakin menjadi – jadi. Ini semacam suratan takdir entah apa, lama kelamaan setelah agenda rihlah itu, kami pun membuat semacam suatu persahabatan, tujuannya memang hanya sebagai wadah kita untuk berdiskusi tentang ilmu agama. Kami beri titel “sahabat surga”. Kemanapun pasti formasi selalu lengkap berlima. Sahabat surga itu didalamnya ada aku,Ira,Sabila,Ikhsan,dan sang ketua kegiatan agenda rihlah kemarin, namanya Ridwan. Sebut saja kami para pemburu kajian, dimanapun itu pasti selalu kami datangi. Kami dengan 5 watak yang berbeda, dan tentunya saling melengkapi mungkin sengaja Allah satukan untuk menemani kita bersama – sama istiqamah dijalan-Nya. Aku berjanji pada Rabbku, tak akan aku lepaskan mereka sahabat – sahabat hebatku, karena hanya bermain dengan merekalah, agenda bermainku jadi berkualitas. Iya karena mereka selalu saja menyelipkan ilmu – ilmu agama disela – sela perbincangan kami. Merekalah yang selalu mengingatkan jikalau aku melakukan kesalahan.
Tapi disisi lain sebenarnya aku merasakan pilu yang menderu. Bagaimana bisa rasa nista ini terus menjadi – jadi? Sementara Ikhsan adalah sahabatku sendiri? Bagaimana bisa jiwa yang kotor ini menyimpan rasa yang tak harusnya ada? Allah aku takut ini jadi suatu fitnah yang keji. Mencintai salah satu mahluk-Mu, aku sangat takut rasa cinta ini melebihi rasa cinta pada-Mu.
Derasnya hujan mengguyur hati yang tersipu malu pada sudut – sudut cinta yang terus merona. Kami formasi lengkap sahabat surga sedang sibuk bercengkrama berdiskusi perihal jadwal kajian yang akan kami kunjungi pekan ini. Entah ini faktor cuaca atau memang aku yang tak bisa menjaga kebugaran tubuh, aku hanya bisa berdiam di pojok kursi dibungkus oleh jaket gunung yang tebal, karena kondisi tubuhku yang kurang baik, aku tidak begitu larut dalam perbincangan mereka. “Khansa, mau aku belikan vitamin?” tanya Ikhsan. Seketika rasa ini membuncah, debar jantungpun sudah meloncat ke pagar depan apartemen. Aku sangatlah tahu, karena hanya Ikhsanlah yang selalu memberikan perhatiannya jika ada salah satu dari kami yang sakit, entah itu sedang ada masalah atau yang lainnya. Allah tapi mengapa hati ini begitu merasa dispecialkan olehnya? Padahal ia pun melakukan hal yang sama pada temanku yang lain. Sebenarnya ini bukan sekali atau kedua kalinya ia lemparkan perhatian untukku. Dulu masih saja aku ingat, ketika aku dilarang memakan eskrim kesukaanku saat aku sedang terkena flu, ketika aku diberi jaket saat kajian malam itu karena kondisi tubuhku sedang kurang fit, ketika eskrim itu ia antarkan khusus untuku saat aku sudah benar – benar sembuh dari sakitku, ketika ia selalu menyuruhku untuk mulai menyukai sayur – sayuran, karna ia hafal betul aku sering sakit – sakitan karena aku tidak menyukai makanan yang bergizi. Dan karena kata – kata ia pula seketika aku jadi menyukai sayur, padahal sedari dulu itu selalu jadi musuh bebuyutanku. Benar – benar dia telah mengubah hidupku. Apa mungkin bisa jadi diapun memiliki rasa yang sama padaku ,wahai Rabbku? Karena sungguh dari setiap tingkah laku dia padaku berbeda. Ah, fikiranku semakin kacau tak tentu arah.
Untukmu yang selalu ada dihatiku,yang mengisi pikiranku disiang dan malamku,yang selalu kusebut namamu dalam do’a dan sujudku, yang selalu aku ceritakan kepada Rabbku. Digelap dan sunyinya malam kuterbangun dari tidurku,ditemani derasnya hujan yang menemani malamku,kuambil wudhu dan bersegera bertemu dengan Rabbku. Ku bisikkan semua pada-Nya,termasuk tentangmu,tentangmu yang membuat hidupku seolah berubah, yang membuatku merasa lebih dekat dengan Rabbku, tentangmu yang tak bisa lepas dari bayang – bayangku, dalam – dalam aku merunduk dan berdo’a.
“Wahai Rabb Kau telah menakdirkan ini, kau pertemukan aku dengan seseorang yang ketika melihatnya bahagia hati ini, sejuk hati ini, seolah menyihir diri ini. Tapi Astagfirullah mungkin aku terlalu berlebihan memujinya. Tapi jika boleh jujur memang itu yang kurasakan tentangnya saat ini.”
“Allah Wahai Rabbku. Kumohon jagalah hati ini agar tidak salah menempatkan cinta, biarkan hati ini mencintai-Mu melebihi cinta ini kepada mahlukMu, dan istiqamahkan diri ini untuk tetap tegar sendiri menjalani hidup ini.”
“Wahai Rabb lewat air mata ini, lewat do’a ini ,lewat derasnya hujan ini,kusampaikan cinta dan rinduku untuknya. Jaga ia, dan kalau kuboleh minta, aku ingin disandingkan bersamanya di dunia dan bahagia di surga-Mu.” Dan untukmu, aku mencintaimu karena agama dan ketaatanmu pada Rabbmu. Maka ketika agama dan ketaatanmu pada Rabbmu hilang, maka hilang pulalah kecintaanku padamu.
Aku tahu, ini memang fitrah yang diberi oleh-Nya. Tapi bagaimanapun caranya aku harus bisa memendam rasa ini, jangan biarkan satu orang pun mengetahuinya, biarlah ini jadi rahasia terbesarku dengan Rabbku. Karena aku tahu, cinta ada bukan untuk diumbar. Biar aku selipkan saja namamu dalam setiap lantunan syahdu do’a yang selalu aku terbangkan ke langit sana.
Tampaknya sahabat – sahabat surgaku mulai merasakan hal yang aneh dalam diriku. Yang secara tiba – tiba aku selalu kegirangan jikalau Ikhsan melakukan hal – hal yang konyol yang membuat aku bahagia. Melihat tingkah laku ikhsan yang selalu membedakan cara bersikap ketika berhadapan denganku dibandingkan saat bersama yang lain. Mungkin mereka pun semakin lama semakin mengerti apa yang aku rasakan sejak saat itu. Tapi mereka memilih untuk bungkam, seolah – olah tak ada apa – apa diantara aku dengan Ikhsan. Salah satu sahabatku, Ridwan. Dia memang satu – satunya dari formasi 5 kami yang selalu jadi tempat memuntahkan rasa kecewa,sedih,susah,senang yang dibungkus dalam suatu wadah yang ia simpan kemudian ia proses agar mendapatkan output saran dari masalah yang kami alami. Tak biasanya, ia coba mendekatiku bermaksud untuk mengorek perasaanku pada Ikhsan selama ini.
“Khansa, aku tahu cinta itu fitrah. Tapi aku mohon kamu jangan terlalu menggantungkan harapan pada selain Allah, karena sungguh itu akan membuatmu sakit.” Aku tak mengerti apa yang ia katakan, aku coba paksakan otakku untuk mencernanya. “ Aku janji aku tak akan memberitahu rahasia besar ini pada siapapun, jujur padaku Khansa. Apa benar kamu menyimpan sedikit harap pada Ikhsan?” Benar memang seperti dugaanku, mereka pun menyadarinya, hanya saja mereka selalu bungkam selama ini. Sunyi mencekam rasanya seketika mulutku seperti ada kunci paten yang menguncinya rapat – rapat. “Kemarin sore, entah mengapa Ikhsan datang ke apartemenku. Tujuannya sih katanya hanya ingin mengisi waktu  luangnya. Tapi disela – sela itu, ia menceritakan masa lalunya padaku, padahal sungguh aku tak memintanya. Kau tahu Khansa? Aku sangat kaget mengetahui bahwa Ikhsan dulu pernah menjalin sebuah ikatan bernama pacaran, ya bersama salah satu perempuan di Kota sebrang sana. Katanya sih ia sudah menjalin hubungannya sejak ia duduk di bangku SMP, hingga berakhir 3 tahun lamanya. Dan yang aku tak mengertinya, perempuan itu berbeda agama dengan kita .Padahal sudah jelas aturan agama kita melarangnya, tapi aku percaya mungkin dulu ia masih belum faham mengenai ilmu agama sejauh ini. Oya, kabarnya dia juga masih menyimpan sejuta harapan yang besar pada perempuan itu. Ia akan menunggunya sampai Allah memberikan hidayah padanya, agar ia bisa bahagia berdua dalam naungan Islam yang indah. Baik sih mungkin niatan dia, tapi bukannya?.....”
Seketika jerit pilu itu mulai menderu. Sakit yang mengiris bagai luka disiram air garam seketika menghujam tubuhku. Bagaimana bisa aku berharap pada seseorang yang ia pun mengharapkan orang lain untuk hidupnya? Dugaanku bahwa dia punya rasa yang sama pun itu salah besar. Bagaimana mungkin aku bisa sejauh ini untuk menyimpulkan bahwa dengan sikap – sikap manis yang selalu ia lakukan untukku, itu berarti pertanda rasa tertarik? Astagfirullah. Ia menawariku vitamin pada waktu itu, karena sudah sewajarnya sesama muslim untuk saling tolong menolong. Mungkin ia hanya ingin menolongku saja. Tidak ada yang special. Ia meminjamkan jaket untukku karena tak ingin melihat sahabatnya sakit. karena sahabat itu bagaikan anggota tubuh yang saling berhubungan. Jika ada salah satu yang sakit, bagian yang lainnya pun akan merasakan sakit yang sama. Itu wajar, dan tidak ada yang special.
Allah apa ini semacam teguran untukku? Untuk tidak mencintai salah satu hamba-Mu melebihi cinta pada-Mu? Benar, sungguh benar adanya apa yang dikatakan Ridwan barusan. Jika kita menggantungkan harapan pada selain Allah, akhir – akhirnya hanya akan mendapatkan sakit. Bagaimana bisa laki – laki yang selalu aku harapkan, selalu aku selipkan dalam setiap do’aku berharap ia bisa menjadi imamku kelak yang bisa membimbingku kedalam surga-Mu pun mengharapkan hal yang sama kepada perempuan lain?
Allah aku tahu. Cinta ini indah, tapi...? ya Allah tapi sungguh aku sangat bersyukur mengetahui ini semua. Ketika aku terlalu berharap pada seseorang maka Engkau timpakan kepadaku pedihnya sebuah pengharapan, supaya aku mengetahui bahwasannya Engkau sangat mencemburui hati yang berharap pada selainMu. Mungkin maka dari itu pula Engkau menghalangiku dari perkara tersebut agar aku bisa kembali berharap pada-Mu. Jika memang tadinya aku berfikir bahwa cinta itu bisa patah, lalu bagaimana aku bisa mengerti cinta Allah? Astagfirullah maafkan diri ini yang selalu khilaf. Ampuni aku wahai Rabbku. Karena sampai detik ini aku masih menyimpan sebuah rasa cinta pada salah satu hamba-Mu. Jika memang rasa cinta ini membuatku jauh dari-Mu, maka hilangkanlah. Aku mohon pertemukan aku dengan orang yang mencintai-Mu diatas segalanya. Izinkan aku seindah melati yang indahnya bukan untuk semua lelaki tapi berlian untuk yang bertahta suami. Dan jika memang dia tidak baik untuk dunia dan akhiratku, aku berharap ia bisa di persatukan dalam ikatan persahabatan Illahi bersamaku.
Anggap saja rangkaian ceritaku bersama Ikhsan sebagai bumbu persahabatan kami. Dengan bergulirnya denting waktu, aku berusaha terus untuk mencairkan perasaan yang seharusnya tak pernah ada dan tak pernah aku rasakan, aku usahakan rindu ini kutikam ketika ia selalu datang menggoda imanku. Aku tahu ini sangat sulit aku lakukan, tapi dengan niatan tekad yang kuat, tiada yang tak mungkin. Ira, malaikat kecilku satu – satunya yang selalu membantuku untuk tetap mengistiqamahkan segenap cintaku, untuk aku kembalikan pada satu – satunya Dzat pemberi nikmat yang tiada tara, Allah Azza Wajjala.
Tak dapat dipungkiri dan dimengerti. Ternyata tak hanya padaku si manis merah muda ini berusaha datang dan menggoda pada setiap hati , berusaha untuk menggoyahkan iman. Tak kusangka, kali ini ia menghampiri salah satu sahabatku juga. Salah satu member dari sahabat surgaku. Ia yang selalu bicara mengenai cinta. Siapa lagi jikalau bukan Ridwan. Siang itu, mentari begitu terik, kehangatannya menyapa daun – daun yang berguguran. Berusaha untuk mencuri momen – momen saat kebersamaan kami, saat sahabat surga kali itu selesai mengadakan kegiatan belajar bersama. Ridwan mencoba mendekatiku, dan ternyata tak lain dan tak bukan ia bermaksud ingin mencurahkan rasa yang selama ini menghantui jiwa dan hatinya. Subhanallah, Allah mengapa kau biarkan virus merah muda ini terus merajalela bersemayam pada sahabat – sahabatku? Tak habis fikir, ternyata Ridwan menyimpan benih – benih cinta pada Ira. Cerita ini terus beruntun. Cerita ini ternyata belum mati, hanya saja ia sedang bermutasi. Dan entah kapan ia akan berakhir? Terus terkatung – katung dalam bait – bait figura pertahanan. Bagaimana bisa Ridwan menyimpan rasa pada salah satu sahabatnya sendiri? Pantas saja ada suatu keanehan saat kemarin Ira sempat dirawat di salah satu klinik dekat kampus, Ridwan datang dengan seorang diri tanpa mengajak kami. Ya, itu sangat hal yang tak lumrah yang pernah Ridwan lakukan selama bersahabat dengan kami. Padahal ia yang selalu berkoar – koar disetiap kesempatan apapun itu kita selalu sepakat untuk tetap berlima.
Wahai cinta, kau memang bisa mengubah segalanya menjadi indah. Kau begitu menentramkan, lagi menyejukkan. Cinta yang seketika tumbuh pada gurun gersang yang menyejukkan setiap  pepohonan, membaurkan semerbak bau yang menghangatkan setiap figur mata memandang. Tapi apalah daya jika cinta ini bukanlah cinta yang halal? Takut hanya nafsu semata yang menjadi bumbu rasa ini. Astagfirullah. Begitu lama hati ini memendam suatu rasa kagum pada sesosok Ikhsan, dan entah lama akan berakhir. Begitu pun dengan Ridwan yang sedang berjuang menikam rasa yang terus menggebu pada salah satu sahabat surga, Ira.
Pagi ini begitu kelabu, awan dengan enggan untuk menampakkan diri, matahari pun memilih untuk diam disudut langit sana. Entah akan sampai kapan musim penghujan ini mewarnai ranah ibu kota. Guyuran hujan pun turut serta membasahi hati yang pilu. Tepat hari ini adalah hari kelahiranku. Hari ini pula aku genap berusia 18 tahun. Tapi mengapa tak ada yang special sama sekali pada hari itu? Padahal anganku telah membayangkan teman – teman mengucap do’a – do’a kebaikan untukku. Sahabat surgaku pun tak ada yang ingat satu orang pun. Subhanallah entah mengapa rasanya begitu sakit. Mereka lupa ataukah mereka memang tak perduli?  Keesokan harinya beruntun, Ira malaikat kecilku pun genap 18 tahun. Wajar saja kita dijuluki kakak adik bersaudara. Kelahiran kami hanya berbeda beberapa jam saja. Kita memang bukan asli yang dilahirkan dari kedua orangtua yang sama, kita juga bukan kakak beradik tulen yang sering mereka lontarkan kepada kami. Tapi InshaAllah, kasih sayang kami jangan diragukan lagi. Kita saling mendukung layaknya kakak beradik yang sesungguhnya. Denting waktu terus berputar, dan hingga saat ini pula tidak ada yang mengucapkan do’a – do’a bagi kami. Malam itu, Ira akan menginap di apartemenku, karena kami berencana akan mengadakan syukuran kecil – kecilan karena bertambahnya usia kami. Tak disangka, para sahabat – sahabat surgaku seketika menyergap kami berdua di apartemen. Dan benar – benar seperti mendapat seonggok berlian dari jalanan nan sepi. Tak diduga mereka memberikan kejutan yang begitu mengesankan bagi kami berdua. Ah, begitu senangnya memiliki sahabat seperti mereka. Sekotak bolu ulang tahun kecil pun ada di hadapan kami berdua, ditemani beberapa bungkus kado yang begitu indah. “Khansa, ini sedikit pemberian dariku, dan ini pemberian dari kami bertiga.” Ikhsan seketika mencoba memecah haru dalam malam yang begitu indah. MashaAllah bagaimana bisa ia merencanakan ini semua? Kado ini khusus untukku darinya? Rasa bahagia itu seketika membuncah lagi. Senang? Haru? Sedih? Iya, aku sangat terlampau bahagia diberikan sebungkus kado special dari sesosok mahluk yang menurut hatiku juga special. Tapi disisi lain aku merasakan kesedihan yang mendalam, karena aku harus menikam lagi rasa yang seketika muncul kembali dari sela-sela aliran darah yang menghangatkan tubuh. Cukup! Ini tidak ada yang special. Ia memberiku hadiah karena merasa akulah sahabat terdekatnya dibandingkan yang lain. Tidak perlu merasa terlalu bahagia, ini hanya bingkisan kado yang didalamnya terdapat sayang yang tulus dari sesosok sahabat hebat dalam hidupku. Tak kalah, Ira pun mendapat bingkisan kado dari Ridwan. Tapi tak ada rasa yang mengherankan bagi dirinya, karena Ira pun berfikiran ini adalah hal lumrah. Wajar, sangatlah wajar. Karena Ridwanlah yang selalu mendengarkan keluh kesah Ira setiap hari, ia hafal betul bahwa dengan Ridwan lah ia paling dekat diantara kami.
Dengan jantung yang berdebar, hati yang tersenyum, perlahan kucoba membuka perlahan sebuah bingkisan kado yang begitu indah, yang begitu memanjakkan mata jika dilihat. Sudah kuduga, isinya pun tak kalah indah. Selembar kerudung biru, mataku terbelalak. Bagaimana ia tahu jika aku juga menyukai aroma – aroma biru? MashaAllah. Terimakasih atas kebahagiaan yang tiada tara untuk malam ini Rabbku. Malam yang begitu indah bak permadani di surga sana.
“Assalamu’alaikum Ira, sahabat surga telah menunggu di apartemenku. Kamu segera kesini ya? Jangan lupa juga bawa perbekalan yang telah direncanakan kemarin. Kami tunggu ya ukhti. Wassalamu’alaikum” dering telepon itu akhirnya berakhir pada perbincangan. Memang Ira lah yang selalu tertinggal disetiap momen yang akan kami lalui. Hari ini, sahabat surga memiliki agenda untuk mengadakan bakti sosial pada salah satu panti asuhan yang tak cukup jauh dari kampus. Kami memang benar – benar ingin mewujudkan dengan nyata, visi misi dari awal adalah menjadi sahabat surga yang kelak bisa tarik menarik menuju surga-Nya, maka dari itu tak bosan kami menebarkan beni – benih kebaikan dalam setiap hembusan nafas ini. Tak heran jika kami selalu merencanakan kegiatan – kegiatan yang positif. Kali ini Sabila yang akan memimpin jalannya acara kami. Anak yang penampilannya berbeda dari kami. Ia memang seperti memiliki jiwa seperti lelaki, tetapi hatinya begitu perempuan, lembut selembut sutra yang bergelantung dipepohonan.
Waktu membuat kita kian beranjak dewasa. Sederet kisah kasih yang terjalin begitu lama yang akan membekas dihati sampai kapanpun telah terukir manis dalam fikiran. Berbagai badai yang menempa telah kami tepis bersama. Segala perjuangan hingga titik darah penghabisan telah kami lewati bersama. Akhirnya gelar sarjana itu kami peroleh dengan waktu yang sama, tetap dalam 5 formasi. Kicauan burung itu turut mengiringi kebahagiaan para wisudawan yang telah sukses menempuh pendidikan 4 tahun lamanya. Keringat itu terbayar sudah dengan toga kebanggaan. Tapi entah mengapa dalam kebahagiaan ini terselip sedikit haru yang begitu mendalam. Ini mimpi terburuk disepanjang sejarah hidupku. Berpisah dengan sahabat – sahabat yang begitu hebat, harus meninggalkan beribu – ribu untaian kasih sayang yang telah kami rangkai bersama. Allah rasanya ini begitu sulit. Aku takut diluaran sana tak kudapatkan lagi orang – orang yang bisa menyayangiku begitu tulus. Siapa lagi yang akan mengingatkanku melaksanakan dhuha jikalau aku lalai? Mengajakku selalu menunaikan shalat 5 waktu dimasjid? Memburu berbagai kajian bersama? Allah rasanya ini cukup sakit.
** Sebiru hari ini..
 Birunya bagai langit terang benderang
Sebiru hari kita bersama disini..
Seindah hari ini..
Indahnya bak permadani surga
Seindah hati kita walau kita kan terpisah
** bukankah hati kita telah menyatu
Dalam tali kisah persahabatan Illahi
Pegang erat tangan kita terakhir kalinya
Hapus air mata meski kita kan terpisah
**Selamat jalan teman tetaplah berjuang
Semoga kita bertemu kembali
Kenang masa indah kita
Sebiru hari ini...
Hanyut sudahlah ketika Ikhsan membawakan sepenggal lagu kesukaan kami berlima. Lagu yang selalu menemani kebersamaan kisah ini. “Sebiru Hari Ini” lagu dari edcoustic yang begitu menyayat hati jikalau kami ingat detik – detik setiap momen yang selalu dilalui bersama. 4 tahun bagai 4 detik, memang sulit rasanya memaksa hati untuk menerima kenyataan pahit jika harus tak bersama lagi. Setiap pertemuan selalu diiringi perpisahan. Tapi yakinlah bahwasannya perpisahan ini adalah pintu gerbang kesuksesan kami kelak. Ikhsan dengan hati yang menggebu tak sabar menginjakkan kaki ke Qairo untuk melanjutkan S2 nya, begitupun aku yang akan datang ke Negeri Paman Sam. Ridwan, Ira, dan Sabila yang kebetulan mendapat rezeki beasiswa pada Negeri yang sama, Negeri Kincir Angin yang menjanjikan kehidupan mereka diatas awan. Kita memang melangkahkan kaki dengan arah yang berbeda, tetapi tujuan kita sama. Biarkan titel “sahabat surga” ini tetap membekas dalam jiwa, biarkan gedung megah itu jadi saksi bisu kisah persahabatan kami sampai kapanpun. Perkara rasa yang masih tersirat kepada Ikhsan? Bagaimana nasibnya ia? Rasa yang selalu meluluhlantahkan jiwa yang sepi. Bagaimana bisa aku menjalani hari – hariku tanpa Ikhsan? Entahlah... ini mungkin salah satu cara Allah agar aku bisa sedikit demi sedikit melupakannya, dan tetap istiqamah mempersembahkan cinta ini hanya untuk  Nya. Percaya saja, jikalau memang ia jodohku, Allah mempunyai beribu cara untuk mempertemukan kami kelak entah dimana dan kapan waktunya. Aku disini hanya berusaha untuk ikhlas. Aku pasrahkan pada skenario yang sudah Allah tulis untukku diatas langit sana.